MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL
UNTUK MEMENUHI MATAKULIAH
Dosen Pembimbing: Ns. Elfi Quyumi ,
S,Kep,Ners,M,Kes
Oleh:
Yudhistiro Nungki Herlambang
PRAKTIK MANDIRI PERAWAT
AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA
KEDIRI
TAHUN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir
dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma.
Pekerjaan perawat yang semula vokasional digeser menjadi pekerjaan profesional.
Perawat berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi
mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju.
Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983, dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional. Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 merupakan kekuatan hukum bagi perawat yang membuka praktik mandiri perawat. Menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan (1992), praktek mandiri perawat adalah tindakan mandiri perawat profesional atau ners melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lain dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang holistic sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan, termasuk praktik keperawatan individu dan berkelompok. Didalam Kepmenkes 1239/2001, telah diatur sedemikian rupa tentang praktik keperawatan seperti perizinan dan praktek perawat.
Namun, dalam aplikasinya, masih terdapat perawat yang membuka praktik mandiri dan tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Kepmenkes 1239/2001. Bahkan banyak perawat terutama di daerah yang tidak memiliki SIP dan SIP. Misalnya dari catatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Babel, dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang memiliki SIK dan SIPP, padahal banyak yang memberikan pengobatan medis kepada masyarakat. Daerah-daerah yang lain juga memiliki kasus-kasus yang hampir serupa. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya perawat yang ditangkap oleh polisi dan sweeping-sweeping yang dilakukan oleh dinas kesehatan di beberapa daerah.
Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983, dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional. Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 merupakan kekuatan hukum bagi perawat yang membuka praktik mandiri perawat. Menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan (1992), praktek mandiri perawat adalah tindakan mandiri perawat profesional atau ners melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lain dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang holistic sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan, termasuk praktik keperawatan individu dan berkelompok. Didalam Kepmenkes 1239/2001, telah diatur sedemikian rupa tentang praktik keperawatan seperti perizinan dan praktek perawat.
Namun, dalam aplikasinya, masih terdapat perawat yang membuka praktik mandiri dan tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Kepmenkes 1239/2001. Bahkan banyak perawat terutama di daerah yang tidak memiliki SIP dan SIP. Misalnya dari catatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Babel, dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang memiliki SIK dan SIPP, padahal banyak yang memberikan pengobatan medis kepada masyarakat. Daerah-daerah yang lain juga memiliki kasus-kasus yang hampir serupa. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya perawat yang ditangkap oleh polisi dan sweeping-sweeping yang dilakukan oleh dinas kesehatan di beberapa daerah.
Setelah di
sahkannya undang-undang keperawatan pada September 2014 tahun lalu. Perawat
kini sudah dapat membuka praktik keperawatan mandiri dan juga berhak memasang
papan nama praktik perawat.
Tapi masih
banyak teman-teman perawat yang bingung dan bertanya-tanya tentang praktik
keperawatan mandiri, apa saja syaratnya?, bagaimana mengurus izinnya?, apa saja
yang harus dipersiapkan?, nanti setelah ada kliniknya, apa yang boleh
dilakukan?, apa kewenangan perawat? dan lain sebagainya.
Untuk
menjawab pertanyaan diatas, mari kita coba membahasnya satu persatu.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Pada
Kepmenkes 1239/2001 Pasal 8 menyebutkan bahwa perawat dapat melaksanakan
praktek keperawatan pada saranan pelayanan kesehatan, praktek perorangan
dan/atau kelompok. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana
pelayanan kesehatan harus memiliki SIK. Perawat yang melakukan praktek
perorangan/kelompok harus memiliki SIPP. Pada pasal 9 disebutkan, SIK diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Selanjutnya, pada Pasal 12, SIPP diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Keberadaan SIK dan SIPP merupakan hal yang wajib bagi seorang perawat yang membuka praktik mandiri. SIK dan SIPP merupakan syarat untuk mengantongi izin membuka praktik mandiri.
Pada Pasal 12 ayat (2) menyebutkan bahwa SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau pendidikan perawat dengan kompetensi lebih tinggi. Hal ini berarti, yang berhak membuka praktek mandiri perawat minimal perawat dengan pendidikan DIII.
Namun, ternyata terdapat kesenjangan antara kondisi ideal dengan kenyataan. Di berbagai daerah di Indonesia melaporkan adanya perawat yang membuka praktik mandiri tanpa mengantongi SIK dan SIPP. Misalkan, di salah satu daerah di Jawa Tengah, banyak perawat-perawat yang membuka praktek mandiri, namun setelah ditelusuri lebih lanjut mereka tidak memiliki SIPP. Ada sebagian yang menyatakan bahwa prosedurnya terlalu rumit sehingga tidak sempat untuk mengurusnya.
Menurut Bangka Pos (2009), berdasarkan catatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bangka Belitung dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang memiliki SIK dan SIPP, padahal banyak yang memberikan pengobatan medis kepada masyarakat. Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Rivai (2008), sebagian besar perawat belum memiliki SIK.
Diberitakan dalam Batam Pos (2009), seorang perawat ditangkap oleh polsek setempat karena membuka praktik perawat tanpa izin dari Dina Kesehatan Kabupaten atau Kota. Hal yang sama juga terjadi di Gunung Kidul Yogyakarta, banyak perawat yang membuka praktik mandiri tertangkap oleh sweeeping yang dilakukan dinas kesehatan. Lebih lanjut, menurut moderato FM (2009), seorang perawat membuka praktek mandiri tanpa izin dari dinas kesehatan setempat dan harus berurusan dengan pihak mapolres.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP dapat mengarah pada malpraktek. Malpraktek merupakan kelalaian seorang tenaga kesehatan untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan lmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja, tindakan kelalaian, ataupun sesuatu kekurangmahiran. Malpraktek dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni criminal malpractice, civil malpractice, dan administrative malpractice.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP termasuk administrative malpractice. Pelanggaran hukum administrasi adalah sebagai jalan menuju malpraktik.
Hak dan Kewajiban
Kewajiban perawat
Salah satu kewajiban perawat berdasarkan Kepmenkes 1239/2001 menyebutkan bahwa perawat harus mencantumkan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP) di ruang praktiknya (Pasal 21). Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad rivai dkk (2008) menunjukkan bahwa sebagian perawat belum memiliki SIPP. Hal ini berarti, terdapat perawat yang tidak memenuhi kewajiban perawat sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes 1239/2001 yaitu mencantumkan Surat Izin Praktek Perawat di ruang praktiknya.
Dalam Kepmenkes Pasal 21 ayat (2), menyebutkan bahwa perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek. Lain halnya dengan yang terjadi di salah satu kota di Jawa Timur. Berdasarkan website alumni FIK-UI, terdapat perawat yang membuka praktik mandiri perawat dengan memasang papan nama. Walaupun, sudah memiliki SIPP, namun memasang papan nama tetap diperbolehkan.
Hak Perawat
Pernyataan hak dalam Kepmenkes 1239/2001 tidak tertulis secara jelas. Dalam Kepmenkes menentukan kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan. Salah satu kewenangan perawat yang terdapat dalam Pasal 15 kepmenkes 1239/2001 yaitu pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Perlu digarisbawahi, pada dasarnya perawat tidak diperkenankan melaksanakan praktik medis. Hal ini mendapat perkecualian yaitu apabila terdapat permintaan tertulis dari dokter dan dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seorang pasien.
Namun, realita dilapangan menyatakan sebaliknya. Sebagian besar perawat yang membuka praktik mandiri melakukan praktik medik secara bebas, dalam artian tidak mendapat permintaan tertulis dari dokter. Seperti yang dikutip oleh Radar Madura (2009) yang menyebutkan sedikitnya ada lima lokasi perawat yang buka praktik ala dokter. Antara lain, di Kecamatan Pakong, Kota Pamekasan, Tlanakan, dan Palengaan. Kelimanya memberikan pelayanan ala rumah sakit. Lebih lanjut menurut Radar Madura, masyarakat lebih memilih praktek perawat dalam pengobatannya dikarenakan harganya murah. Hal yang sama juga terjadi di salah satu kabupaten di jawa tengah, perawat lebih memilih membuka praktek pengobatan dari pada praktek keperawatan. Hal ini dikarenakan, praktek pengobatan lebih memasyarakat dari pada praktek keperawatan.
Keberadaan SIK dan SIPP merupakan hal yang wajib bagi seorang perawat yang membuka praktik mandiri. SIK dan SIPP merupakan syarat untuk mengantongi izin membuka praktik mandiri.
Pada Pasal 12 ayat (2) menyebutkan bahwa SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau pendidikan perawat dengan kompetensi lebih tinggi. Hal ini berarti, yang berhak membuka praktek mandiri perawat minimal perawat dengan pendidikan DIII.
Namun, ternyata terdapat kesenjangan antara kondisi ideal dengan kenyataan. Di berbagai daerah di Indonesia melaporkan adanya perawat yang membuka praktik mandiri tanpa mengantongi SIK dan SIPP. Misalkan, di salah satu daerah di Jawa Tengah, banyak perawat-perawat yang membuka praktek mandiri, namun setelah ditelusuri lebih lanjut mereka tidak memiliki SIPP. Ada sebagian yang menyatakan bahwa prosedurnya terlalu rumit sehingga tidak sempat untuk mengurusnya.
Menurut Bangka Pos (2009), berdasarkan catatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bangka Belitung dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang memiliki SIK dan SIPP, padahal banyak yang memberikan pengobatan medis kepada masyarakat. Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Rivai (2008), sebagian besar perawat belum memiliki SIK.
Diberitakan dalam Batam Pos (2009), seorang perawat ditangkap oleh polsek setempat karena membuka praktik perawat tanpa izin dari Dina Kesehatan Kabupaten atau Kota. Hal yang sama juga terjadi di Gunung Kidul Yogyakarta, banyak perawat yang membuka praktik mandiri tertangkap oleh sweeeping yang dilakukan dinas kesehatan. Lebih lanjut, menurut moderato FM (2009), seorang perawat membuka praktek mandiri tanpa izin dari dinas kesehatan setempat dan harus berurusan dengan pihak mapolres.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP dapat mengarah pada malpraktek. Malpraktek merupakan kelalaian seorang tenaga kesehatan untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan lmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja, tindakan kelalaian, ataupun sesuatu kekurangmahiran. Malpraktek dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni criminal malpractice, civil malpractice, dan administrative malpractice.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP termasuk administrative malpractice. Pelanggaran hukum administrasi adalah sebagai jalan menuju malpraktik.
Hak dan Kewajiban
Kewajiban perawat
Salah satu kewajiban perawat berdasarkan Kepmenkes 1239/2001 menyebutkan bahwa perawat harus mencantumkan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP) di ruang praktiknya (Pasal 21). Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad rivai dkk (2008) menunjukkan bahwa sebagian perawat belum memiliki SIPP. Hal ini berarti, terdapat perawat yang tidak memenuhi kewajiban perawat sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes 1239/2001 yaitu mencantumkan Surat Izin Praktek Perawat di ruang praktiknya.
Dalam Kepmenkes Pasal 21 ayat (2), menyebutkan bahwa perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek. Lain halnya dengan yang terjadi di salah satu kota di Jawa Timur. Berdasarkan website alumni FIK-UI, terdapat perawat yang membuka praktik mandiri perawat dengan memasang papan nama. Walaupun, sudah memiliki SIPP, namun memasang papan nama tetap diperbolehkan.
Hak Perawat
Pernyataan hak dalam Kepmenkes 1239/2001 tidak tertulis secara jelas. Dalam Kepmenkes menentukan kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan. Salah satu kewenangan perawat yang terdapat dalam Pasal 15 kepmenkes 1239/2001 yaitu pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Perlu digarisbawahi, pada dasarnya perawat tidak diperkenankan melaksanakan praktik medis. Hal ini mendapat perkecualian yaitu apabila terdapat permintaan tertulis dari dokter dan dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seorang pasien.
Namun, realita dilapangan menyatakan sebaliknya. Sebagian besar perawat yang membuka praktik mandiri melakukan praktik medik secara bebas, dalam artian tidak mendapat permintaan tertulis dari dokter. Seperti yang dikutip oleh Radar Madura (2009) yang menyebutkan sedikitnya ada lima lokasi perawat yang buka praktik ala dokter. Antara lain, di Kecamatan Pakong, Kota Pamekasan, Tlanakan, dan Palengaan. Kelimanya memberikan pelayanan ala rumah sakit. Lebih lanjut menurut Radar Madura, masyarakat lebih memilih praktek perawat dalam pengobatannya dikarenakan harganya murah. Hal yang sama juga terjadi di salah satu kabupaten di jawa tengah, perawat lebih memilih membuka praktek pengobatan dari pada praktek keperawatan. Hal ini dikarenakan, praktek pengobatan lebih memasyarakat dari pada praktek keperawatan.
Dasar hukum perundang-undangan
praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi
pelaku dan penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai
berikut:
19 Supriadi,
Hukum Kedokteran,
Bandung: CV Mandar Maju, 2001,
hlm.16.
20 Sampurno, B,
Malpraktek dalam pelayanan
kedokteran,
Materi seminar tidak diterbitkan.
2005.
21 Soenarto Soerodibroto,
KUHP & KUHAP dilengkapi
yurisprodensi Mahkamah Agung dan Hoge Road
, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
2001.
12
Undang
– undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32
(penyembuhan penyakit dan pemulihan)
Undang
– undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Peraturan
menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
Peraturan
Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur Jendral
Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard
praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
Kepmenkes
No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan SK
Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Perlindungan hukum baik bagi pelaku
dan penerima praktek keperawatan memiliki akontabilitas terhadap keputusan dan
tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan
perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu
dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik
aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di
Indonesia.
22
Fry
(1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni
tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan
perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat
dibenarkan atau absah.
22
Staunton,
P and Whyburn, B,
Nursing and
the law
.
4thed.Sydney: Harcourt. 1997.
Apa saja syarat membuka praktik keperawatan mandiri?
- Perawat berpendidikan vokasi dan profesi
- Perawat yang memiliki Surat Tanda Registerasi (STR)
- Perawat yang memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)
Bagaimana
saya bisa mendapatkan Surat Tanda Registerasi (STR)?
Perawat bisa mendapatkan STR jika sudah lulus uji kompetensi,
biasanya akan diurus oleh institusi dimana perawat tersebut menempuh
pendidikan.
Siapa yang berhak mengeluarkan Surat Izin Praktik
Perawat (SIPP)?
Yang mengeluarkan SIPP adalah pemerintah daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan (kepala dinas kesehatan) yang
berwenang di kabupaten/kota tempat domilisi atau tempat dimana perawat
menjalankan praktiknya.
Jadi misalnya teman-teman berencana membuka praktik di
Jakarta, SIPP dapat diurus di Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Nanti setelah diproses
oleh dinkes dan disetujui, maka pemerintah kota DKI Jakarta akan mengeluarkan
SIPP teman-teman
Bagaimana saya bisa mendapatkan Surat Izin Praktik
Perawat (SIPP)?
Untuk mendapatkan SIPP, teman-teman harus menyiapkan
- Salinan STR yang masih berlaku dan dilegalisir
- Memiliki surat rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan (PPNI)
- Surat pernyataan memiliki tempat praktik (jika ingin praktik mandiri) atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan (jika bergabung dengan klinik interprofesi atau klinik kolaborasi)
- Pas foto berwarna 4 x 6 sebanyak tiga (3) lembar
- Surat sehat dari dokter
Poin 4 dan 5 tidak disebutkan di UU Keperawatan tahun
2014, tetapi ada disebutkan di SK menteri kesehatan RI nomor 1239 tahun 2001
tentang registrasi perawat. Penulis tidak mengetahui apakah SK menteri ini
masih berlaku atau sudah dihapus, jadi disiapkan saja semua syaratnya untuk
berjaga-jaga.
Setelah berkas-berkasnya lengkap. Silahkan diurus di
dinas kesehatan di kabupaten/kota tempat teman-teman berdomisili. Jika
SIPP sudah keluar, maka teman-teman sudah bisa membuka praktik mandiri.
Apa saja yang harus saya siapkan untuk klinik saya?
Alat yang disiapkan sebenarnya tergantung dari
kekhususan dari masing-masing klinik sesuai bidang keahlian teman-teman,
misalnya perawat yang mempunyai sertifikat wound care dan memiliki
pengalaman sebagai perawat luka, bisa membuka klinik keperawatan luka, atau
mungkin ada yang sudah mendapatkan pelatihan keperawatan paliatif, bisa
berpikir untuk membuka klinik keperawatan khusus palliative care.
Sementara itu fasilitas dasar yang harus ada adalah:
- Perlengkapan
untuk tindakan asuhan keperawatan dan kunjungan rumah, antara lain:
Alat untuk mengukur tanda-tanda vital, timbangan, meteran badan.
Alat untuk mengukur gula darah, asam urat dan kolesterol jika ingin menambahkan, tergantung kemampuan finansial masing-masing. - Obat-obatan
Ingat, hanya boleh obat bebas dan obat bebas terbatas. - Perlengkapan
administrasi
Meliputi formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan dan formulir persetujuan tindakan keperawatan (inform consent)
Apa saja yang boleh perawat lakukan dalam berpraktik
mandiri?
- Melaksanakan proses keperawatan antara lain: pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
- Merujuk pasien ke rumah sakit
- Memberikan
tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi
Misalnya memberikan bantuan hidup dasar, atau penanganan pertama pada kecelakaan (lebih mudah jika kita sudah mendapatkan sertifikat BTCLS). - Berkolaborasi dengan dokter jika ada kasus yang tidak bisa ditangani sendiri.
- Memberikan
penyuluhan kesehatan dan konseling
Contohnya perawat yang sudah memiliki sertifikat konselor laktasi, dapat memberikan konseling bagi ibu-ibu yang mengalami masalah pada saat menyusui. - Memberikan
obat sesuai resep dokter
Pasien tuberkulosis rawat jalan yang harus mendapatkan obat injeksi setiap hari selama dua bulan, bisa mendatangi klinik kita. Asal resep dari dokter jelas, dan tentunya dokumentasi harus lengkap untuk menghindari kesalahan pemberian obat. - Memberikan obat bebas dan obat bebas terbatas.
Hal penting yang harus diperhatikan!
- Praktik keperawatan mandiri yang kita jalankan harus berdasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional (SPO).
- Perawat berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional (SPO).
- Rujuk pasien yang tidak dapat ditangani kepada perawat lain, atau tenaga kesehatan lain yang lebih kompeten.
- Jangan melakukan pekerjaan tenaga medis/dokter, karena kita tidak berwenang, kecuali jika sudah ada pendelegasian tertulis dari dokter yang bersangkutan.
- Pasien berhak memberi persetujuan atau menolak tindakan keperawatan yang akan diterimanya, jadi sebelum melakukan suatu tindakan apapun itu, sebaiknya minta surat persetujuan atau inform consent.
- Dokumentasikan segala temuan pengkajian, tindakan, evaluasi yang telah dilakukan kepada pasien
- Jangan lupa memajang SIPP dan memasang papan nama di klinik yang dijalankan
B.
Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini
adalah:
1.
Praktek mandiri perawat
adalah?
2.
Syarat dan ketentuan paratek
mandiri perawat
3.
Hak dan Kewajiban praktek
mandiri perawat
4.
C. Maksud dan
Tujuan
Sesuai dengan
masalah yang dirumuskan diatas maksud dan tujuan inipun dirumuskan guna
memperoleh suatu deskripsi tentang:
1. Praktik Keperawatan itu
2. Undang-Undang Praktik Keperawatan itu penting
3. Isi RUU praktik keperawatan mandiri perawatan
4. Penjelasan RUU mandiri perawat
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Praktik keperawatan mandiri sudah banyak dilakukan
oleh perawat. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1239/Menkes/SK/IX/2001 menjadi
payung hukum bagi perawat yang membuka praktik mandiri. Namun, dalam
pengaplikasiannya, terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan Kepmenkes
1239/2001. Berikut ini, beberapa fakta dilapangan terkait praktik mandiri perawat
:
1. Terdapat perawat yang membuka praktik mandiri tidak memiliki SIK dan SIPP.
2. Terdapat perawat yang memasang papan nama.
3. Terdapat perawat yang melakukan praktik medis dari pada praktik keperawatan.
1. Terdapat perawat yang membuka praktik mandiri tidak memiliki SIK dan SIPP.
2. Terdapat perawat yang memasang papan nama.
3. Terdapat perawat yang melakukan praktik medis dari pada praktik keperawatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bangka Pos. 2009. Buka Praktek Harus Punya SIK dan
SIPP. http://www.bangkapos.com
Batam Pos. 2009. Perawat Tidak Boleh Buka Praktik. http://www.batampos.com
Chazawi, A. 2007. Malpraktik Kedokteran. Malang : Bayu Media Publishing.
Praptianingsih, S. 2006. Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: PT. Raja Grafindo Prsada.
Rivai, dkk. 2008. Kebijakan Praktik Perawat.
Radar Madura. 2009. Perawat Kena Sweeping. http://www.radarmadura.com
Batam Pos. 2009. Perawat Tidak Boleh Buka Praktik. http://www.batampos.com
Chazawi, A. 2007. Malpraktik Kedokteran. Malang : Bayu Media Publishing.
Praptianingsih, S. 2006. Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: PT. Raja Grafindo Prsada.
Rivai, dkk. 2008. Kebijakan Praktik Perawat.
Radar Madura. 2009. Perawat Kena Sweeping. http://www.radarmadura.com
http://www.jpnn.com/read/2014/09/28/260528/Perawat-Bisa-Buka-Praktik,-Boleh-Mendiagnosis-juga-